Picture
Beberapa waktu lalu, tepatnya hari Minggu tanggal 19 Desember 2010, setelah selesai mewawancarai kader-kader kami, saya dan si ketua umum berjalan dari koridor kelas menuju masjid kampus.Dalam perjalanan itu terjadi lah percakapan antara saya dan si ketua umum.
Ketum   : Pernah denger cerita tentang katak ga?
Saya    : Katak?? (sejenak berfikir) hmmm,, ga pernah.. Emank gimana ceritanya??
Ketum    : Jadi ceritanya begini,, suatu hari ada perlombaan melompat setinggi-tingginya untuk katak-katak yang masih kecil. Siapa yang bisa melompat ke tempat yang paling tinggi, maka dialah pemenangnya. Tapi sayangnya, katak-katak dewasa gak percaya sama kemampuan katak-katak kecil itu sehingga mereka (katak dewasa) memberikan komentar-komentar yang buruk (Ah, kalian kan masih kecil,, mana mungkin kalian bisa. Udah pasti ga bisalah). Komentar buruk terus-terusan di lontarkan oleh katak-katak dewasa. Bahkan satu persatu peserta mundur karena mereka tidak yakin bisa melakukannya.
Saya      : Terus?? Mundur semua donk pesertanya?? Ketum  : Ga semua lho.. Ternyata ada satu katak yang menjadi pemenangnya. Dia mampu melompat ke tempat yang paling tinggi.Saya      : Wuiihh hebat.. Tapi koq bisa ya??
Ketum   : Hmm,, setelah diselidiki, ternyata katak itu tuli. Dia gak denger semua omongan-omongan katak dewasa yang menjatuhkan mental peserta lainnya sehingga mereka mundur.
Saya      : Oooh,, begitu toh..
Ketum   : Iya, nah pelajaran apa yang bisa diambil?
Saya      : Hmm,, jangan terlalu mendengarkan apa kata orang. Ketum  : Betul itu! Sebenernya nih ya,, apa yang orang lain katakan tentang diri kita, lama-lama akan menjadi kenyataan. Saat orang-orang mengatakan "kamu tidak mampu!" maka kamu benar-benar tidak akan mampu melakukannya. Namun seringkali kita tidak menyadari itu semua.
Saya      : Bener banget. Kita seharusnya menyaring dengan benar mana perkataan orang yang ingin membangkitkan kita dan mana perkataan orang yang ingin menjatuhkan kita.
Ketum   : Setuju..
Saya      : Ok deh, makasih atas ceritanya ya..


#kira-kira seperti itulah percakapan yang terjadi antara saya dan si ketum.
 
        Pernah ada anak lelaki dengan watak buruk. Ayahnya memberi ia sekantung penuh paku dan menyuruh memaku satu batang paku dipekarangan setiap kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.Hari pertama dia memaku 37 batang paku di pagar. Pada minggu-minggu berikutnya dia memilih untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari. Dia mendapatkan lebih gampang menahan diri daripada memaku di pagar. Akhirnya tiba hari ketika ia tidak perlu lagi memaku sebatang paku pun dan dengan gembira disampaikannya hal itu kepada ayahnya. Kemudian ayahnya menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap hari bila dia berhasil menahan diri / bersabar. Hari-hari berlalu dan akhirnya tiba harinya dia bisa menyampaikan kepada ayahnya bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar. Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata: "Anakku, kamu sudah berlaku baik. Tetapi coba lihat betapa banyak lubang yang ada di pagar."Pagar ini tidak akan kembali seperti semula. Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain, hal itu selalu meninggalkan luka seperti pada pagar. Tak peduli berapa kali meminta maaf atau menyesal, luka itu akan tetap ada. Semoga cerita ini bisa jadi renungan untuk kita dalam bertindak.  ^_^
 
Picture
Angka 0 memiliki arti filosofis dalam diri dan kehidupan kita. Pertama, ketika kita mengartikan angka 0 sebagai kelipatan, maka 0 berarti titik tolak untuk melipatgandakan kemampuan kita, serta hasil yang ingin kita capai dari proses upaya yang kita pilih dalam menyikapi dan melakukan sesuatu. Upaya atau cara yang salah bisa menghasilkan kesalahan atau melipatgandakan kerugian. Demikian pula sebaliknya, ketika upaya kita benar atau baik, maka hasilnya adalah kebaikan yang berlipat dan kita menemukan banyak kebenaran.

Kedua, dengan adanya angka 0, kita dapat mengenal nilai angka-angka lainnya. Angka 1 akan bernilai lebih besar jika diikuti angka 0 menjadi angka 10. Dalam skala 1-10, angka 10 merupakan nilai yang sempurna. Angka 0 membuat angka 1 lebih bernilai, dan angka 1 bisa membuat angka 0 ada nilainya, yaitu 0 satuan. Hal ini menunjukkan arti bahwa sesuatu memiliki manfaat, dan kebermanfaatan itu bisa dinilai ketika sesuatu tersebut mampu mengisi kekosongan dan menutupi kekurangan. Tanpa memahami kekurangan, kita tidak akan menggali dan mencari, serta memanfaatkan kelebihan kita untuk menutupi kekurangan tersebut. Tidak akan ada yang sempurna tanpa adanya yang tak sempurna. Nilai manfaat inilah yang menjadikan sesuatu bermakna dan penting dalam hidup kita hingga bisa menyirnakan kekosongan tersebut. Jika kita resapi dan kita hayati, fungsi dan nilai kehidupan kita terletak pada memberi manfaat. Kebermanfaatan atau kebergunaan kita dimulai untuk diri sendiri, keluarga, saudara, sahabat, masyarakat, bangsa dan negara serta agama kita. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari“Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.”

Ketiga, angka 0 dalam sistem binary berarti tiada. Dalam filosofi agama, angka 0 bisa diartikan sebagai kembalinya diri terhadap penyucian jiwa dan ketulusan hati, sehingga 0 merupakan titik keikhlasan dan penyerahan, mengosongkan dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Keikhlasan ini menjadi dasar tumbuhnya upaya untuk menjaga hati dari penyakit hati, mengikhlaskan hati untuk memaafkan dan menerima kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam diri dan hidup kita, bahkan memahami kekurangan orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, angka nol memiliki arti dan peran penting dalam hubungan sosial kita, hubungan vertikal dan spiritual kita dengan Allah SWT, serta berperan banyak dalam perhitungan dan penghitungan nilai materi dan keadaan yang kita hadapi. Kita mungkin sering mendengar istilah “kembali ke titik nol” yang dapat menggambarkan sebuah kondisi keterpurukan, musibah hingga bentuk kepasrahan dan penyerahan atas kehendak terbaik Yang Maha Berkehendak. Hal ini memberikan makna bahwa titik nol tersebut merupakan awal atau bahkan hakikat hidup manusia yang sebenarnya, tidak memiliki apa-apa karena semua yang melekat pada dirinya hanyalah titipan semata-mata saat menjalankan peran kehidupannya. Dengan demikian, angka 0 memiliki arti dan berperan dalam meningkatkan kehidupan ruhani kita.

Pada moment tertentu, kita juga mungkin pernah mendengar kalimat “dimulai dari titik nol ya” Kalimat seperti ini begitu akrab selama bulan Suci Ramadlan dan masa Idul Fitri khususnya sebagai sebuah standar operasional prosedur Pertamina Pasti Pas. Berkaitan dengan hal ini, angka nol dapat kita artikan dan kita makani sebagai kembalinya hati kepada kesucian, memulai kembali hubungan yang terbuka, saling memaafkan dan berupaya untuk tidak saling menyakiti. Angka 0 memili esensi fitrah dan urgensi membuka maaf di hati, memperbaiki setiap kesalahan dengan sesuatu yang lebih berguna dalam mengelola hubungan interpersonal (sosial) dan intrapersonal kita. Tidak salah jika kita persepsikan Ramadlan dan Idul fitri sebagai momentum untuk menginsyafkan dan mengingatkan kita akan pentingnya mengembalikan kondisi hati dan jiwa kita kepada titik nol agar kita mampu memahami hidup dan hati kita secara utuh sebagai makhluk-Nya sepanjang waktu yang diberikan-Nya.

Dalam penghitungan sehari-hari, angka nol yang hadir berurutan merupakan sebuah kelipatan, bisa berlipat makin kecil atau makin besar. Misalnya, 0.1, 0.01, 0.001 dan seterusnya, semakin banyak angka 0 di depan angka yang diikutinya, maka semakin kecil nilainya. Sebaliknya, semakin banyak angka 0 mengikuti angka (1,2,3,4,5,6,7,8,9) di depannya baik tunggal maupun tidak, maka semakin tinggi nilainya. Misalnya, dalam sistem keuangan dan penilaian materi, angka 0 yang menempati 6 digit setelah angka 1 di depannya (1.000.000) tentu lebih besar nilainya daripada 1.000 atau 300.000. Hal ini menunjukkan arti bahwa angka 0 meskipun berarti kosong akan bernilai jika menyertai angka-angka lainnya dan membentuk sebuah kelipatan, baik kecil maupun besar.

Dengan adanya angka 0, kita akan memahami arti penting 1,2,3…, sehingga kita mampu menghargai, memahami, menyikapi kekurangan dan ketidaksempurnaan sebagai bagian dari proses kehidupan yang dalam kondisi tertentu memiliki kebergunaan dan kebermanfaatan dalam menjalani kehidupan kita. Semoga.

 
Picture
Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu,ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara, lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita itu membaca buku yang baru saja dibelinya. Dalam keasyikannya , ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu.Wanita itupun sempat berpikir: “Kalau aku bukan orang baik sudah kutonjok dia!?.
Setiap ia mengambil satu kue, Si lelaki juga mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua.
Si lelaki menawarkan separo miliknya sementara ia makan yang separonya lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir : ?Ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar malah ia tidak kelihatan berterima kasih?.
Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan.Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si “Pencuri tak tahu terima kasih”. Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan nafas dengan kaget.
Disitu ada kantong kuenya, di depan matanya !!!
Koq milikku ada disini erangnya dengan patah hati.
Jadi kue tadi adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi. Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih.
Dan dialah pencuri kue itu !Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi.
Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya.Semoga kisah ini dapat menjadi renungan untuk kita semua.  ^_^

 
Start blogging by creating a new post. You can edit or delete me by clicking under the comments. You can also customize your sidebar by dragging in elements from the top bar.